BANJARMASIN, Mural menjadi perbincangan pada akhir-akhir ini karena beberapa lukisan mural memuat bentuk kritikan terhadap Penguasa. Menurut Praktisi Hukum Angga Parwito, S.H., M.H.., mural merupakan bentuk seni dan jangan dibatasi, selama tidak melanggar ketertiban umum atau norma-norma hukum.“Jika mural itu dibuat dengan tujuan yang baik, walaupun itu kritik, jangan dibatasi. Tidak masalah. Yang penting tidak memenuhi unsur tindak pidana seperti fitnah dan lain sebagainya. Apabila pembuat mural ini sudah mengarah kesana, maka kita harus tertibkan, tapi tidak perlu untuk dikenakan sanksi pidana dan sebagainya,” kata Angga. Menurutnya, lebih baik dibina dan diarahkan.Sedangkan adanya perlombaan mural, dinilai Angga sangat tepat dan bijak, karena memang karya-karya ini harus juga dihargai, karena karya ini sangat bermanfaat.“Kita melihat beberapa tempat yang sebelumnya dengan tidak adanya mural, seakan-akan bangunan itu menakutkan, jorok dan tidak terawat. Namun dengan adanya mural, bangunan itu terasa lebih berwarna,” tambah Angga.Di beberapa bagian bangunan, menurut Angga, dengan adanya pembuat mural, membuat karya seninya di situ, membuat Kota jadi lebih indah. Membuat Kota yang sebelumnya tidak terurus, menjadi lebih berwarna. Itu adalah sesuatu yang baik untuk dilaksanakan.Untuk banjir di Kalimantan Tengah, Angga menyatakan, pihaknya belum ada kegiatan mitigasi maupun non mitigasi ke sana. Tapi pihaknya menyoroti, penyebab terjadinya banjir. Menurut Angga, Kalimantan menjadi tempat untuk pertambangan dan beberapa waktu terakhir di Kalsel maupun Kalteng yang sering terjadi banjir.“Kami juga menyoroti, apakah banjir ini diakibatkan derasnya curah hujan belakangan ini atau ada indikasi atau kemungkinan banjir terjadi karena adanya eksploitasi terhadap hutan kita secara berlebihan. Ini harus diperhatikan. Kita juga berharap, Pemerintah utamanya, baik Pusat maupun daerah, harus memperhatikan dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan pertambangan ataupun perkebunan yang ada di Kalimantan pada umumnya,” tegas Angga.Apabila tidak diperhatikan, kata Angga, akan berbahaya bagi kita nantinya. Apalagi dengan adanya wacana pemindahan Ibukota baru dari Jakarta ke Kalimantan Timur, akan percuma, apabila hutan di Kalimantan dieksploitasi besar-besaran untuk kegiatan usaha. Karena tegasnya, walaupun Ibukota dipindahkan ke sini, apabila di Kalimantan sendiri selalu terjadi banjir terus menerus, percuma saja. Makanya ini tugas bersama, utamanya sebagai masyarakat harus menginformasikan apabila melihat kegiatan-kegiatan pertambangan ataupun perkebunan yang lalai ataupun tidak memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.Berkaitan banyaknya keluhan tindakan-tindakan oknum yang menjadikan alasan mengail dengan tujuan sebenarnya mengambil barang milik orang lain atau pencurian dengan membobol rumah dan sebagainya yang dijerat pasal 363 KUHP dengan maksimal 7 tahun penjara.“Apabila ada kegiatan seperti ini, korban harus melaporkan (ke pihak yang berwajib). Karena tanpa korban melaporkan, mungkin penegak hukum tidak mengetahui. Setelah nanti ada laporan masyarakat, otomatis teman-teman dari Kepolisian akan melakukan penyelidikan atas perkara tersebut,” kata Angga.Angga juga mengingatkan kepada oknum-oknum pemancing yang sekaligus mengambil barang-barang milik warga, agar berhati-hati, jangan sampai kegiatan seperti ini terus dilakukan, karena ada konsekuensi pidana 7 tahun dikenakan kepada yang bersangkutan.“Untuk teman-teman yang rumahnya di pinggiran kota yang menjadi tempat bagi beberapa penghobi pemancing untuk berhati-hati dengan memberikan pengawasan yang lebih ketat, contoh rumahnya dipagar , jangan sampai lupa mengunci pintu dan bila perlu dan memungkin berikan pengaman tambahan seperti CCTV (kamera pengawas) dan sebagainya,” imbau Angga.Supaya apabila terjadi kehilangan atau barang-barang kita dicuri oleh oknum-oknum ini, kita bisa punya alat bukti untuk melaporkan secara pidana. Karena dalam perkara pidana, apabila dirugikan yang diakibatkan oleh tindak pidana dan tidak bisa dibuktikan, akan percuma, karena kita menjunjung tinggi azas praduga tidak bersalah dan tidak bisa menuduh orang melakukan tindak pidana tapi tidak ada alat buktinya.Menyinggung adanya tulisan pemulung dan pemancing dilarang masuk komplek, yang mulai banyak komplek melakukan hal ini, menurut Angga, di satu sisi, tulisan ini merupakan salah satu antisipasi untuk menjaga keamanan dan kenyamanan warga komplek.“Tapi di sisi lain, ini juga terlalu berlebihan, karena komplek adalah tempat umum. Apalagi kalau memang jalan di sana dibangun oleh Pemerintah. Maka setiap orang berhak menggunakan jalan tersebut, salah satunya pemulung dan pemancing. Namun yang lebih tepat adalah melakukan pengawasan, seperti adanya Tim Keamanan,” ungkap Angga.Apabila itu dilakukan dengan baik, menurut Angga, kejadian-kejadian pencurian yang dilakukan oknum pemancing, bisa dihindari.(nasri)