Ombudsman Kalsel: Pelayanan Publik Harus Partisipatif dan Adaptif terhadap Perubahan


Banjarmasin, derapjurnalis.com – Penyelenggara dan pelaksana pelayanan publik berkewajiban untuk membangun pelayanan publik yang partisipatif, Ini adalah amanah Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. “Masyarakat jangan hanya diperlakukan sebagai penonton atau pemohon layanan saja. Mereka juga punya peran pengawasan dan partisipasi aktif dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Misal, dalam penyusunan standar pelayanan hingga evaluasi kinerja pelaksana”, demikian disampaikan Hadi Rahman, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), saat membuka acara Lokakarya Penilaian Maladministrasi Penyelenggaraan Pelayanan Publik (Opini Ombudsman) Tahun 2025 di Banjarmasin (Jum’at, 3/10/2025).


Ditambahkan oleh Hadi Rahman bahwa pelayanan publik juga harus adaptif terhadap perubahan. Lingkungan pelayanan publik bergerak sangat dinamis, bisa berubah cepat dan drastis. Boleh jadi karena faktor internal, seperti Sumber Daya Manusia (SDM), anggaran dan sarana prasarana. Besar pula kemungkinannya karena faktor eksternal, seperti perubahan peraturan perundang-undangan, perkembangan teknologi atau adanya tuntutan masyarakat. “Oleh karenanya, penyelenggara dan pelaksana pelayanan publik harus mampu beradaptasi terhadap perubahan tersebut, kalau tidak dia akan ketinggalan dan bahkan kehilangan kepercayaan dari masyarakat”, tegas Hadi Rahman. 

Lokakarya Penilaian Maladministrasi Penyelenggaraan Pelayanan Publik oleh Ombudsman Kalsel dilakukan secara daring. Acara berisi penyampaian materi mengenai teknis penilaian oleh Ombudsman Kalsel. Dihadiri oleh sekitar 224 partisipan, berasal dari jajaran Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Inspektorat/Biro/Dinas/Badan/SMA/SMK/Panti Sosial/RSUD), Pemerintah Kabupaten/Kota di Kalsel (Inspektorat/Bagian/Dinas/Badan/SD/SMP/RSUD), serta lingkup Kementerian dan Lembaga di Kalsel meliputi Polres/Polresta, Kantor Pertanahan, Kantor Imigrasi, dan Bapas/Lapas/Rutan. Total se Indonesia penilaian mencakup 46 Kementerian/Lembaga serta 264 Pemerintah Daerah (Pemda).

Penilaian Maladministrasi Penyelenggaraan Pelayanan Publik berlangsung dalam beberapa tahapan, mulai dari perencanaan hingga penyerahan hasil. Unsur penilaian terdiri dari tiga hal, yaitu aspek 4 dimensi (input, proses, output, pengaduan), aspek kepercayaan masyarakat dan aspek kepatuhan terhadap Tindakan Korektif, Saran Perbaikan, dan/atau Saran Penyempurnaan dari Ombudsman RI. Hasil penilaian mencakup kualitas pelayanan dan tingkat kepatuhan, dengan predikat secara umum terdiri dari Kualitas Tertinggi, Kualitas Tinggi, Kualitas Sedang, Kualitas Rendah, Kualitas Terendah dan Tidak Memberikan Opini.

Penilaian maladministrasi harus menjadi rujukan utama dalam mengukur performa pelayanan Kementerian/Lembaga/Pemda kepada masyarakat serta tingkat kepatuhan terhadap kerja-kerja pengawasan Ombudsman RI. “Oleh karenanya kami harapkan Kepala Daerah dan Pimpinan Instansi betul-betul memberikan atensi serius dan mengorkestrasi gerak perubahan maupun pemenuhan asas-asas, nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Agar pelayanan yang diberikan bisa berdampak positif dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat serta terhindar dari maladministrasi. Pelayan publik itu harus punya kepedulian”, pungkas Hadi Rahman.

Lebih baru Lebih lama