(Ambin Demokrasi) - derapjurnalis.com
Kebudayaan Banjar melalui pribahasa ini memberikan teguran yang sangat keras, jangan bawa yang mendatangkan masalah, persoalan, atau pun risiko ke rumah, bawa yang baik, aman damai, bahagia dan halal saja ke rumah.
Mambawa bala adalah satu perbuatan yang menimbulkan risiko, bahkan mendatangkan bencana, malapetaka dan berbagai bentuk kesialan lainnya bagi penghuni rumah.
Rumah yang semula aman, damai – penuh ketenangan, tiba-tiba karena ada satu perbuatan yang dilakukan, akibatnya ditanggung seisi keluarga di rumah, itulah makna mambawa bala ka rumah.
Membawa bala ke rumah, bentuknya macam-macam, awalnya berupa membawa barang yang tidak halal. Setelahnya berkembang menjadi membawa “kelakuan”, baik sikap atau pun tindakan, yang mendatangkan kesialan dan masalah, mengakibatkan penghuni rumah menjadi tidak aman dan berpotensi terlibat menanggung risiko.
Mestinya yang dibawa ke rumah yang baik-baik saja. Kalau itu berupa makanan atau harta benda, sumber dan caranya dari yang halal, jangan bawa barang dan makanan yang sumber dan prosesnya haram. Apalagi sengaja membawa barang-barang yang jelas haram – akan berdampak bagi penghuni rumah.
Jangan seret dan libatkan orang rumah pada soal-soal yang mengandung masalah, demikian makna tersirat dari ungkapan ini.
Terkadang sulit dihindari tidak bersentuhan dengan hal-hal yang mengandung risiko. Apalagi pekerjaan dan profesi yang dijalani memang berhimpitan risiko. Termasuk segala dinamika pergaulan di luar rumah, yang rawan bahkan sarat kontroversi, maka dari itu usahakan jangan sekali-sekali sampai ke rumah, biarkan tetap menjadi dinamika di luar rumah, agar sekembali ke rumah, suasana tetap aman – damai, tidak ada persoalan yang mengancam bagi penghuni rumah.
Apalagi yang jelas-jelas bermasalah, jangan sampai masuk dalam rumah. Misal, membeli barang yang tidak jelas asal dan sumber barang, berpotensi menjadi penadah. Bila barang tersebut dibawa ke rumah, orang rumah dapat terkena sialnya. Menyimpan berbagai barang haram seperti minuman keras, sabu dan obat-obatan terlarang, pasti hal tersebut mendatangkan risiko bagi seisi rumah. Termasuk menyembunyikan penjahat yang menjadi buronan polisi, apalagi menyembunyikan pelaku teror, tentu sangat berbahaya bagi penghuni rumah. Semua itulah yang disebut dengan bala – jangan sekali-kali dibawa ke rumah.
Ungkapan ini memberikan pelajaran dan nasehat, jaga dan pelihara rumah sebaik-baiknya, terutama kedamaian dan ketenangannya. Sehingga tetap menjadi surga bagi seluruh penghuninya, tempat kembali untuk beristirahat dari segala dinamika dan hiruk pikuk di luar yang sangat bising.
Rumah, tentu tidak sebatas bangunan tempat tinggal. Rumah juga dapat berupa sekolah, kampus, institusi tempat kerja, organisasi wadah berkiprah, kampung tempat bergaul, kota tempat tinggal dan negara wadah bernaung. Semua itu dapat menjadi identitas yang melekat pada diri. Semakin banyak keterikatan dengan berbagai lembaga, institusi, daerah, bahkan agama, semakin banyak identitas yang melekat pada diri seseorang. Terhadap itu semua, jangan membawa “bala”. Bawa yang baik-baik saja. Bawa yang memberi manfaat, seperti prestasi, nama dan citra baik, informasi, peluang dan kesempatan yang baik, dan segala yang memberikan keuntungan serta kebahagiaan bersama. Kalau tidak bisa membawanya, minimal jaga diri agar tidak memberi malu.
Termasuk membawa dan mendatangkan investor. Cari bidang pekerjaan yang tidak menimbulkan bencana. Kalau investor yang bisanya hanya mengeruk sumber daya alam, yakinlah kelak akan mengundang bala. Bala itu pun segera menjadi bencana dan malapetaka bagi seisi banua.
Bala yang didatangkan akibat kesalahan mengundang investor, jauh lebih berbahaya dari membawa barang atau kelakuan buruk ke rumah. Bala yang sebabkan ekologi, berdampak sekarang dan nanti, hingga dari generasi ke generasi, alam seketika rusak dan rentan terhadap bencana.
Sebab itu, bawa yang baik-baik saja, yang halal dan tidak mengandung masalah, jangan sampai mambawa bala ka rumah. (nm)
