Penguatan Karakter Siswa SD/MI Jadi Sorotan Publik



derapjurnalis.com - Kekhawatiran dan tantangan pembentukan karakter Anak ditengah gempuran teknologi, menjadi perhatian dalam Kelas Studi Magister Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.


YOGYAKARTA — Perubahan perilaku peserta didik SD/MI di tengah perkembangan teknologi digital semakin menjadi perhatian Para Pendidik, Orang Tua, dan Akademisi. 

Menurunnya tanggung jawab, kepedulian sosial, serta kedisiplinan siswa kian sering diamati, terutama akibat penggunaan gawai secara berlebihan tanpa pendampingan moral yang cukup dari Keluarga. 

Kondisi tersebut turut memengaruhi semangat belajar dan kualitas interaksi siswa dengan lingkungan sekitar.

Gangguan perhatian menjadi tantangan yang paling menonjol. Banyak Siswa mudah kehilangan fokus karena terbiasa menerima hiburan digital yang serba cepat. 

Bahkan, ketika tidak memegang gawai, sebagian dari Mereka tampak gelisah dan kesulitan mengikuti pembelajaran secara penuh. 

Hal ini berdampak pada kemampuan menyelesaikan tugas, bekerja sama, serta menunjukkan empati dalam kegiatan kelompok.

Dalam diskusi Akademik Kelas Magister Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Mahasiswa dan Dosen menilai, pengaruh digitalisasi terhadap karakter Anak bersifat kompleks. Anak hidup dalam budaya visual yang cepat dan penuh stimulasi, namun perkembangan emosional Mereka tidak meningkat secepat paparan teknologi yang diterima. Akibatnya, muncul kesenjangan antara kemampuan kognitif yang cepat berkembang dan kematangan emosional yang bergerak lebih lambat.

Penguatan karakter dinilai harus dilakukan secara konsisten dan komprehensif. Nilai moral tidak cukup sekadar diajarkan, tetapi perlu dibentuk melalui pembiasaan, keteladanan, dan kekompakan antara pola pendidikan di Sekolah dan di Rumah.

Berbagai program berbasis Profil Pelajar Pancasilapun diterapkan untuk melatih pengelolaan emosi, sopan santun, kerja sama, dan empati melalui kegiatan sederhana yang bermakna.

Dalam perspektif Islam, Akademisi mengingatkan, pendidikan karakter merupakan amanah besar dalam ajaran agama. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad ﷺ:

مَا نَحَلَ وَالِدٌ وَلَدَهُ نُحْلًا أَفْضَلَ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ

“Tidak ada pemberian Orang Tua kepada anak yang lebih utama daripada pendidikan akhlak yang baik.” (HR. At-Tirmiżi)

Pandangan tersebut dipertegas oleh Dr. Nur Hidayat, M.Ag., Akademisi UIN Sunan Kalijaga, yang menilai,  persoalan utama pendidikan karakter saat ini bukan hanya pada teknologi, tetapi semakin berkurangnya ruang dialog dan interaksi antara Orang Tua dan Anak. 

Ia menegaskan, teknologi tidak akan menjadi ancaman apabila pendampingan moral berjalan kuat. Menurutnya, pendidikan karakter akan terus timpang apabila Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat tidak bersinergi secara nyata.

Senada dengan itu, Yesika Alfianingsih yang mengikuti Kelas PGMI juga menyampaikan, tantangan karakter Anak di era digital bukan hanya disebabkan gawai, tetapi kurangnya pembiasaan moral yang konsisten. Ditekankan,  pendidikan Keluarga harus berjalan beriringan dengan pendidikan Sekolah. Pembiasaan sederhana seperti menyapa, bertanggung jawab atas tugas, meminta izin, dan mengelola emosi, merupakan pondasi yang harus dipertegas kembali.

Pendampingan Orang Tua dalam penggunaan gawai, dinilai sebagai kunci agar perkembangan karakter tidak tertinggal dari perkembangan teknologi.

Dengan kolaborasi yang kuat antara Sekolah, Keluarga, dan Perguruan Tinggi, diharapkan pembentukan karakter dapat berjalan lebih efektif. Generasi Mudapun diharapkan tumbuh bukan hanya cerdas secara Akademik, tetapi juga memiliki akhlak mulia, empati tinggi, dan keteguhan moral dalam menghadapi derasnya arus teknologi modern.*


Dosen: Dr. Nurhidayat,.M.Ag

Mahasiswa: Yesika Alfianingsih 

di Yogyakarta

Lebih baru Lebih lama