Kewaspadaan Terhadap Orang Dekat dan Fenomena Pendidikan


Banjarmasin, derapjurnalis.com-Kejahatan yang dilakukan oleh Orang Dekat bisa saja terjadi kapanpun dan di manapun. Hal ini kata Priyo Bantolo Tanjung SH, Lawyer di Angga Parwito Law Firm (APLF) bukan fenomena baru tapi sudah lama. Dikatakan, berdasarkan teori kriminologi, ternyata kejahatan yang dilakukan orang terdekat karena adanya faktor mereka mengetahui suatu kelemahan orang tersebut dan faktor lainnya melupakan adab yang membuat orang ini melakukan kejahatan.

"Karena itu tadi. Dia mengetahui kesehariannya, kelebihan dan kekurangannya. Nah di situlah akar permasalahannya yang pertama," ujar Tanjung, Senin (5/5/2025) sore di Kantor Hukum tersebut.

Sedangkan faktor kedua, kata Tanjung, disebabkan oleh persoalan tidak mengindahkan dan bahkan melupakan adab, sopan santun dan etika. Sehingga orang tersebut melakukan tindak kejahatan.


Menjunjung tinggi adab sebagai salah satu Pendidikan Bagi Generasi Muda dapat ditekankan agar kejahatan dapat diminimalisir. Selain itu, saran Tanjung, agar Generasi Muda juga meningkatkan kewaspadaan terhadap orang lain.


"Kewaspadaan ini tidak hanya dilakukan kepada orang yang tidak dikenal, tapi juga dengan orang yang kita kenal," tegas Tanju. Disebutkan, kewaspadaan ini harus selalu dilakukan karena manusia punya kepentingan dan karena kepentingan itulah bisa membuat orang melakukan kejahatan.


Sehingga diingatkan untuk Generasi Muda agar diberikan pemahaman menjunjung tinggi adab dan sopan santun. Juga kewaspadaan oleh Generasi Muda Perempuan dalam tata krama, menjaga cara berpakaian, hingga dalam bertingkah laku.


Tanjung juga menegaskan, pembelajaran keluarga sebagai akar atau dasar sebelum masuk ke pendidikan formal. Karena sebelum Guru di Sekolah memperkenalkan adab, maka pendidikan dalam keluarga sebagai dasar pendidikan adab sopan santun tersebut.


Sementara dalam kegiatan sekolah dengan kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti Siswa dan meminimalisir kasus pembulian, juga dapat mengurangi persoalan dampak dalam keluarga dan dampak terhadap pergaulan juga dilihat dari hal ini.


Untuk kasus Guru yang memukul murid, secara hukum hitam  putih untuk tindakan ini dapat termasuk penganiayaan dan diproses secara hukum. Hanya saja Tanjung melihat sisi tujuan, karena Guru dalam mendidik Murid yang sudah diberikan teguran lisan, kadang tidak dituruti oleh Murid.


"Memang dalam era sekarang ini Guru serba salah. Satu sisi Dia ingin mengajarkan pendidikan, yaitu termasuk mendidik Murid. Tapi disisi lain, Dia juga ketakutan dibayang-bayangi oleh Undang-undang dari hukum tersebut," ucap Tanjung, dan Tanjung menyarankan agar Guru tetap memberikan pendidikan, walaupun dalam bentuk fisik, karena tujuan untuk mendidik.


Sedangkan persoalan Orang Tua yang membela Anaknya walaupun bersalah, diakui Tanjung, sebagai sebuah paradigma yang saat ini memang sudah bergeser dan jadi fenomena yang unik.


"Titik temu dalam permasalahan ini. Yang mau tidak mau Guru mendidik dengan pisik, apa boleh buat. Tapi bila melampaui wewenangnya, juga ada kesalahan. Jadi harus betul-betul dicermati," saran Tanjung.


Demikian juga kategori Anak nakal yang tidak naik kelas yang sempat dilarang dan sekarang dibolehkan lagi bila terpaksa tidak naik kelas, juga dirasakan bukan hal yang tabu jika memang harus tinggal kelas. Walaupun saat ini fenomena masyarakat yang tidak tahan menahan malu karena tidak naik kelas. 


"Ketika Saya masih SMA di Surabaya, SMA Trimurti, saya tidak naik kelas dan harus mengulang," tutur Priyo. Dia menceritakan saat mengalami hal ini, sangat sedih dan malu. Tapi orangtuanya mendukung Pihak Sekolah, walaupun sempat membuatnya heran. Namun sekarang Dia menyadari bahwa hal ini ada faedahnya bagi dirinya. Sehingga harus disuarakan kepada anak  didik bahwa tidak selamanya sesuatu yang menyakitkan dan yang pahit,  berdampak buruk pada mereka.


"Justru sebaliknya dan itu jadi terbaik bagi anak yang bersangkutan. Ini harus dipahamkan oleh Masyarakat Kita," pesan Tanjung mengingatkan Kita semua.*****juna 

Lebih baru Lebih lama