Banjarmasin, derapjurnalis.com
Anak adalah aset Bangsa Indonesia yang harus dijaga, dilindungi dan dibantu dalam menyelesaikan masalahnya, karena mereka adalah pemegang estafet kepemimpinan dimasa depannya.
Oleh karena itu segala hal yang terkait dengan problem yang menyangkut kepentingan mereka, sudah seyogyanya harus menjadi perhatian, pertimbangan dan keputusan yang mengarah pada keamanan dan keselamatan masa depan mereka.
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Keluarga Berencana (DP3AKB) Kalsel di tahun 2025 mencatat ada 204 korban kekerasan terhadap Perempuan dan Anak termasuk psikis, seksual dan fisik, begitu juga Panti Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Anak dan Remaja Mulia Satria Kalsel merawat total 195 klien yang terdiri dari Bayi terlantar, Remaja dan Anak yang berhadapan dengan hukum. Belum lagi yang kita lihat di medsos dimana terjadi berbagai peristiwa yang menggambarkan kondisi ABH Ini, ada yg tuduhan salah, penyiksaan oleh Oknum Aparat, ketidak adilan dalam proses hukum hingga perlakuan sistem hukum yang belum sepenuhnya memihak kepada anak, baik sebagai Korban atau Pelaku yang memerlukan perlindungan khusus.
Banyaknya kasus yang tentu menghadirkan trauma, perlu dilakukan upaya-upaya pemulihan demi kepentingan Anak sekaligus kepentingan Bangsa.
Tujuan utama pemulihan, antara lain melindungi hak Anak dan menghindarkan Mereka dari dampak negatif proses peradilan pidana formal seperti kehilangan kebebasan dan stigmatisasi, sekaligus mendorong pertanggung jawaban Anak atas perbuatannya tanpa mengabaikan kepentingan Korban dan Masyarakat.
Itu juga sekaligus menciptakan solusi yang adil dan berkelanjutan bagi semua pihak yang terlibat. Strategi pemulihan harus secara terpadu baik oleh Pemerintah, keluarga maupun masyarakat.
Secara Normatif salah satunya UU No 11 Tahun 2012 tentang sistem Peradilan Pidana Anak artinya Negara sudah menunjukan kepeduliannya melalui regulasi regulasi yang mengarah pada perlindungan anak. Dimana diupayakan dalam pemulihan dengan menggunakan Restoratif Justice, prinsip yang menekankan penyelesaian masalah secara damai dan konstruktif, dengan melibatkan semua pihak yang terkait, yaitu anak pelaku, korban, keluarga, masyarakat yg bertujuan untuk bukan sekedar penghukuman ,melainkan pemulihan dlm keadaan semula, penanaman tanggung jawab pada anak. Bentuk pemulihan berbasis keadilan restoratif melalui mediasi, konsiliasi antara pelaku dan korban, ganti rugi kepada korban, permintaan maaf dan tindakan penyesalan dari pelaku, jaminan orang tua untuk mendidik dan mengawasi anak. sistem lain bisa dengan Diversi yaitu pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses Peradilan Pidana ke proses di luar peradilan pidana, ini dilakukan mulai pemeriksaan, dari penyidikan, penuntutan hingga persidangan. Tujuannya mencapai perdamaian antara korban dan anak, menyelesaikan perkara di luar pengadilan, menghindari Anak dari perampasan kemerdekaan dan mendorong partisipasi Masyarakat
Disamping kehadiran Negara melalui Peraturan Perundangan, peran Keluarga dan masyarakat menjadi bagian penting untuk dilakukan. Mereka terlibat dalam musyawarah, pengawasan, pembinaan, sehingga Anak dapat kembali ke lingkungan sosial secara wajar dan bebas stigma. Dukungan keluarga berupa dukungan emosional untuk mengurangi trauma yang dihadapi sekaligus sumber motivasi dan pengawasan agar anak tidak mengulangi perbuatannya selain itu keluarga juga membantu mengembalikan kepercayaan diri anak, membentuk karakter positif melalui teladan dan kasih sayang dan kontrol perilaku. Keluarga bisa menjadi penjamin untuk masa depan Anak. Peran Masyarakat yang diwakili Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Guru , Aparat Desa berperan sebagai Mediator, Pembimbing Pengawas dalam proses diversi penyelesaian secara damai Masyarakat melalui organisasi kemasyarakatan berkontribusi dalam pencegahan pelanggaran hak anak serta dlm rehabilitasi dan reintegrasi sosial anak.koban dan saksi. Masyarakat membantu mengurangi trauma dan stigma yg dialami anak dan keluarganya. Masyarakat juga melalui Ormas berperan melaporkan pelanggaran hak anak, mengusulkan kebijakan terkait anak , memantau kinerja aparat hukum dlm penyelesaian kasus anak. Baru-baru ini Forum Puspa Kalsel menerima aduan terkait kasus anak perempuan yang dilecehkan oleh ayah tirinya sejak usia 10 tahun, sekarang sudah ditangani pihak yang berwenang. Ibu korban masih memiliki 3 anak laki laki yg masih kecil kecil yang perlu dijaga dan dilindungi mereka mengeluhkan tidak hanya korban anak dilecehkan ayah tiri, tapi juga ketidakmampuan untuk memenuhi keperluan pokok Keluarga.
Kebijakan Forum PUSPA Kalsel, mengumpulkan dana untuk jangka pendek menyelamatkan keluarga korban yang kelaparan . Dana yang terkumpul dan baju layak pakai diserahkan ke Pihak Korban dan fase selanjutnya koordinasi dengan Pihak terkait untuk diarahkan penyelamatan Keluarga tersebut.
Alhamdulillah Keluarga tersebut tertangani, ibunya di kasih pekerjaan oleh Pihak Kelurahan dan Forum PUSPA Banjarmasin menangani terkait administrasi dan penanganan berikutnya.
*Hj. Mariani, SH.MH, Dosen Fakultas Syariah UIN Antasari Banjarmasin.
Ketua Forum Partisipasi Publik Untuk Perlindungan Perempuan dan Anak (PUSPA) Kalimantan Selatan menambahkan,
Sekretaris Umum Badan Kerjasama Organisasi Wanita (Sekum BKOW) Kalimantan Selatan.