Noorhalis Majid : “Pesimisme”, Pendidikan Dasar Gratis"



Banjarmasin, derapjurnalis.com

(Ambin Demokrasi)

Banyak yang optimis pada putusan MK terkait Pendidikan Dasar Gratis, mungkin sama optimisnya terhadap Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang dianggap menjadi solusi dalam menyelesaikan gizi buruk atau stunting. 

Memang, kalau ingin menjadi Negara hebat, dua pelayanan dasar yang harus dijamin oleh Negara - bila dimungkinkan terselenggara secara gratis, adalah Pendidikan dan Kesehatan.

Namun apa ada, kemampuan keuangan masih lemah, sebab korupsi menggerogoti segala sendi, dan akhirnya keuangan Negara lebih banyak raib dimakan para Koruptor, bukan terfokus pada Pendidikan dan Kesehatan. Terbukti, baru berjalan 6 bulan, Pemerintah sudah menambah utang baru senilai 600 trilyun. Walau sudah mengencangkan ikat pinggang melalui kebijakan efisiensi, tetap saja devisit, dan dengan terpaksa menambah utang baru. 

Sejauh tidak ada perubahan terhadap skema keuangan, terutama pembagian alokasi anggaran atas dana Pendidikan 20%, maka sulit untuk tetap optimis terhadap kebijakan MK terkait Pendidikan Dasar Gratis. 

Terutama terhadap Sekolah Swasta, yang juga dituntut memberikan pelayanan Pendidikan Dasar Gratis, padahal selama ini Sekolah Swasta hidup dari iuran Sekolah, yang dengan iuran tersebut digunakan untuk membayar gaji Guru, Tenaga Penunjang Kependidikan, membangun dan merawat gedung dan biaya proses belajar mengajar. 

Untuk menyelenggarakan Pendidikan yang menanggung banyak biaya tersebut, setidaknya dibutuhkan dana minimal 6 juta hingga 8 juta persiswa setiap tahun. Seandainya dana BOS besarannya berkisar minimal 6 sampai 8 juta, tentu sangat dimungkinkan Sekolah Swasta turut serta menyelenggarakan Pendidikan Dasar Gratis. 

Kalau dana BOS besarannya masih berkisar 1,3 juta, maka harus diketahui, dana tersebut hanya cukup menanggung biaya proses belajar mengajar, dan dengan demikian, seluruh Guru dan Tenaga Kependidikan mengabdi secara suka rela, alias tidak dibayar. Dan jangan berhadap ada gedung atau ruang belajar yang refresentatif, apalagi fasilitas penunjang terkait pengembangan minat dan bakat Siswa. 

Berbeda halnya dengan Sekolah Negeri. Gurunya sudah PNS, plus sertifikasi. Gedungnya dibangun PUPR, dan sarana prasaranya dibiaya APBN dan APBD. Dengan menerima dana BOS sebesear 1,3 juta, sangat leluasa menyelenggarakan Pendidikan Dasar Gratis. 

Kalau tidak ada perubahan skema penganggaran, terutama pembagian alokasi atas anggaran Pendidikan 20%, maka Pendidikan Dasar Gratis hanya akan menambah masalah baru, antara lain: akan banyak Sekolah Swasta yang tutup karena bangkrut; Akan terjadi pengangguran, sebab Pengajar dan Tenaga Kependidikan di Sekolah Swasta terpaksa berhenti karena tidak ada gaji. Dan pada saat Sekolah Swasta krisis keuangan karena tidak ada tambahan pemasukan, saat itulah Yayasan dan Ormas yang memayunginya, terpaksa menerima tawaran untuk ikut menambang, agar hasil tambang dapat dialokasikan untuk mendukung Pendidikan Dasar Gratis.

Mohon maaf, saya pesimis Negara mampu mewujudkannya. Sebab, merubah skema anggaran dengan berbagai Lembaga dan Kementerian, memahami problem Sekolah Swasta, dan menyetarakan layanan Pendidikan, harus melalui “pertengkaran hebat” antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dengan Yayasan serta Ormas yang menyelenggarakan Sekolah Swasta, agar ada kesamaan pandangan untuk dapat mewujudkannya. (nm)
Lebih baru Lebih lama