Yogyakarta, derapjurnalis.com — Merosotnya moral anak sekolah dasar di era digital semakin menjadi perhatian serius Para Pendidik. Perilaku kurang sopan, mudah tersulut emosi, serta kecenderungan meniru ujaran kasar dari media sosial menjadi fenomena yang semakin sering ditemukan di lingkungan sekolah.
Dosen Magister PGMI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dr. Nur Hidayat, M.Ag, menegaskan, perubahan perilaku Anak dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari pengaruh teknologi yang begitu dominan dalam kehidupan Mereka. Menurutnya, Anak-anak tumbuh dalam lingkungan digital yang penuh informasi tanpa filter dan tanpa pendampingan yang memadai.
“Anak-anak saat ini lebih banyak belajar dari layar gawai daripada mendengarkan nasihat Orang Tua dan Guru. Jika tidak ada pendampingan yang memadai, arus digital akan jauh lebih kuat membentuk perilaku Mereka dibandingkan pendidikan formal,” ujar Dr. Nur Hidayat, M.Ag.
Nur Hidayat menjelaskan, melemahnya moral Anak tampak dari berkurangnya tata krama, rendahnya empati, serta meningkatnya kebiasaan membantah Guru maupun Orang Tua. Menurutnya, perubahan ini bukan sekadar persoalan kedisiplinan, melainkan sudah menyentuh aspek fundamental dalam pembinaan karakter.
Dr. Nur Hidayat, M.Ag. menilai, pendidikan karakter perlu dirancang secara lebih kontekstual dengan realitas digital yang dihadapi Anak-anak. Pendidikan akhlak tidak bisa hanya disampaikan melalui hafalan atau ceramah moral. Anak membutuhkan teladan nyata, pembiasaan, serta pendampingan dalam menggunakan gawai dan media sosial.
“Pendidikan moral tidak cukup berhenti pada teori. Anak harus melihat contoh, merasakan lingkungan yang baik, dan dibimbing ketika berinteraksi dengan teknologi. Tanpa itu, pendidikan karakter tidak akan efektif,” tegasnya.
Selain itu, Nur Hidayat menekankan pentingnya peran keluarga sebagai pondasi utama pembinaan moral Anak. Menurutnya, banyak perilaku negatif muncul karena minimnya pengawasan dan kontrol di lingkungan rumah.
“Sekolah dapat menanamkan nilai, tetapi Keluarga adalah pondasinya. Jika pendidikan di rumah tidak mendukung, Sekolah akan bekerja sendiri dan hasilnya tidak maksimal,” jelasnya.
Pengalaman lapangan turut disampaikan oleh Guru Madrasah Ibtidaiyah di Yogyakarta, Muhammad Hilmi, S.Pd. Ia mengamati, semakin banyak Anak meniru gaya bicara dan perilaku dari media sosial tanpa mempertimbangkan etika maupun kesopanan.
“Banyak Siswa membawa bahasa media sosial ke Sekolah. Ada yang mengejek temannya, membantah Guru, dan sulit diarahkan. Pengaruh digital sangat jelas terlihat dalam perilaku Mereka,” ungkap Hilmi.
Helmi menyebut, Guru kini dituntut untuk memberi perhatian lebih besar pada pembinaan karakter, selain tugas utama mengajar.
Sementara itu, Ala Mudin Haqi, S.Pd menilai, merosotnya moral Anak Sekolah Dasar merupakan tantangan besar yang harus dihadapi bersama. Dunia pendidikan membutuhkan pendekatan karakter yang lebih inovatif, integratif, dan sesuai dengan konteks perkembangan teknologi.
Pendidikan karakter bukan sekadar pelengkap kurikulum, melainkan kebutuhan mendesak untuk memastikan Generasi Muda tumbuh dengan akhlak, etika, dan integritas yang kuat ditengah derasnya arus digital untuk Generasi Emas 2045.*
Dosen : Dr. Nur Hidayat M.Ag
Mahasiswa : Ala Mudin Haqi S.Pd

