(Ambin Demokrasi)
Banjarmasin, derapjurnalis.com
Mustahil tidak paham, bila hutan digunduli, maka longsor dan banjir akan segera terjadi. Bila gunung-gunung ditambang, digali puluhan hingga ratusan meter, pasti gunung dan hutan kehilangan daya dukungnya terhadap lingkungan.
Pun mustahil tidak mengerti, bahwa tanaman monolkultur seperti sawit, telah menghilangkan ekosistem alam. Segala flora dan fauna musnah seketika, pada saat itu alam juga kehilangan keseimbangannya, sebab rantai makanannya berubah.
Pasti juga sudah tahu, akar sawit berbeda dengan akar pohon. Sawit tidak mampu menampung curah hujan. Kalau curah hujan tinggi, maka ribuan hektar sawit tidak akan berfungsi mencegah banjir. Air hujan melaju menjadi bah, menghanyutkan semuanya.
Pasti pula sangat sadar, bahwa pertambangan dan perkebunan besar, mempercepat laju pemanasan global. Kalau sudah menyangkut perubahan iklim, tentu sistem alam global yang terganggu, sehingga jangan heran musim jadi tidak menentu, alam siklusnya berubah, dan bencana datang bertubi-tubi tanpa bisa dicegah dan ditolak, apalagi hanya dengan konservasi yang pura-pura lagi serimonial.
Maka, karena ini tindakan penuh sadar, jangan berhenti mengeluarkan izin tambang, izin sawit, dan segala izin eksploitasi sumber daya alam, karena itulah cara sadar mengundang bencana. Setelahnya tidak perlu mengeluh, apalagi menyalahkan alam, menuding curah hujan tinggi atau air pasang rob yang melebihi perkiraan. Terima segala bencana, sebagai satu konsekuensi sadar, dari ulah yang sudah dilakukan.
Jangan mengeluh tentang bencana, bukankah sebagian sudah bangga bekerja di sektor tambang dan sawit dengan gazi besar tajir melintir? Padahal, konsekuensinya jelas mengundang bencana. Kalau ada banjir, tanah longsor, sungai kotor tercemar limbah tambang, itulah harga yang harus dibayar.
Begitu juga dengan Pemerintah, tidak perlu terlalu pusing, bukankah selama ini sangat bangga pendapatan daerah meningkat tiap tahun, dan peningkatan yang sesungguhnya tidak seberapa tersebut, hasil dari tambang dan sawit.
Bukankah politik, dan segala money politik yang terjadi pada Pemilu, dan semua uang untuk menyuap penyelenggara dan pemilih, sumbernya dari hasil ekspolitasi alam? Jangan menyesal kalau pemimpin yang terpilih, akan terus menggali dan menganiaya alam semaksimal mungkin, tanpa mau peduli pada akibat dan dampak yang terjadi.
Tidak perlu protes dan mengeluh, semua sudah “saraba santuk”, segala yang terjadi sekarang ini, ulah sadar menuai bencana.*****
